Senin, 31 Mei 2010

KHITAN BAGI WANITA

Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Selasa, 1 Juni 2010

Wanita berkhitan? mungkin itu lontaran pertama yang terucap setelah melihat judul tulisan ini. Lalu timbul beragam pertanyaan lain yang menyusul dengan diiringi komentar bernada sumbang atau mungkin melecehkan bahkan serta merta menolaknya.

Benarlah apa yang dikabarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa islam ini akan menjadi asing.
Mengapa islam ini akan menjadi asing? Jawabnya mudah: Karena manusia semakin jauh meninggalkan agamanya, mereka tidak mengenal syariat islam ini, tidak mengerti makna syahadat dan konsekuensinya, tata cara wudhu’, shalat, apalagi khitan bagi wanita. Sunnah yang lama terlupakan dan terabaikan. Kecuali orang yang dirahmati oleh Allah Ta’ala.
Khitan adalah fitrah manusia, demikianlah sabda rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Khitan merupakan syariat islam yang mulia. Rasulullah bersabda kepada Ummu ‘Athiyah,

اِحْفِظِيْ وَلاَ تَنْهِكِيْ فَإِنَّهُ أَنْظَرُ لِلْوَجْهِ وَأَحْظَى لِلزَّوْجِ


“khitanlah, jangan terlalu banyak, sesungguhnya itu lebih mencerahkan wajah dan menyenangkan suami”. (HR. Abu Dawud, Al Hakim, Ibnu ‘Adi, Al Khatib Al Baghdadi).
Hadits ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan. Pada masa salaf as- salih khitan bagi wanita sudah populer, tidak seperti sangkaan sementara orang-orang yang tidak mengerti atsar-atsar mereka. demikian kata Al- Muhaddits Al Albani Rahimahullah. salah satunya yaitu,
-Dari Umi Muhajir

سُبِيْتُ وَجَوَارِيَ مِنَ الرُّوْمِ فَعَرَضَ عَلَيْنَا عُثْمَانُ اْلإِسْلاَمَ فَلَمْ يُسْلِمْ غَيْرِيْ وَغَيْر أَخْرَى فَقَالَ أَخْفِضُوْهُمَا وَطَهِّرُوْا هُمَا فَكُنْتُ أَخْدُمُ عُثْمَانَ

“saya dan budak-budak saya tertawan. Lalu Utsman menawarkan (masuk) ialam kepada kami, di antara kami tidak ada yang masuk islam kecuali saya dan Akhra, maka Utsman berkata;”Khitan keduanya dan sucukan! Lalu saya berhidmat kepada Utsman. (HR. Imam Bukhari).

HUKUM KHITAN
Para fukoha’ berbeda pendapat tentang hukum khitan. Imam malik, syafi’I dan imam ahmad mewajibkannya. Imam ahmad dalam suatu riwayat darinya mengatakan: “bahwa khitan bagi wanita adalah sunnah”. Abu hanifah mengatakan: “khitan tidak wajib tetapi sunnah”.
Pengarang kitab ahkamul maulud, Salim Ali Rasyid Dan Muhammad Kholifah munguatkan pendapat yang mewajibkan. Mereka mengatakan: “Pendapat yang rajih (kuat), khitan adalah wajib”.

Syeh Al Albani rahimahullah berkata dalam Tamamul Minnah: “Adapun hukum khitan menurut pendapat kami, yang rajih adalah wajib. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama’ seperti Malik, As Syafi’i, Ahmad dan pendapat yang di pilih oleh Ibnul Qoyim, beliau memaparkan limabelas sisi pengambilan dalil (istidlal) wajibnya khitan”.
Ibnu Haj berkata dalam al madkhal 3/396: “Telah diperselisihkan tentang khitan wanita, apakah semua wanita dikhitan, atau dibedakan antara penduduk belahan timur dan barat. Penduduk belahan timur diperintahkan untuk khian karena keutamaan yang melekat pada mereka pada mula penciptaannya, sedang peduduk belahan barat tidak di perintahkan karenatidak ada keutamaan tadi. Ini adalah pendapat yang rajih jika dilihat dari segi sebab”.( Ahkamul Maulud hal. 106-107).

CARA KHITAN
Pengarang Tukhfatul Ahwadhi, Al Allamah Al Mubarakfuri, berkata; “Yang dimaksuk dengan khitanan (الختانان) adalah khitan bagi laki-laki dan perempuan, bagi laki-laki (dengan cara) memotang kulit yang terdapat pada (yang menutupi) ujung dzakar, sedang bagi perempuan (dengan Cara) memotong kulit pada ujung farjinya yang serupa dengan benjolan kecil atau jengger ayam. (1/108 hal 305). Lihat juga Aunul Ma’bud 7/122.

WAKTU KHITAN
Adapun waktu khitan diterangkan dalam beberapa hadits berikut:

أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ وَخَتَنَهُمَا لِسَبْعَةِ أَيَّامٍ

“Rasulullah beraqiqoh untuk hasan dan husain, dan mengkhitan keduanya pada hari ketujuh. (HR. ibnu ‘Adi, At thabrani dan Al Baihaqi). Hadits dhaif.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سَبْعَةٌ مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَِّبيِّ يَوْمَ السَّابِعِ: يُسَمَّى وَيُخْتَنُ .....الحديث


“dari Ibnu Abbas berkata: “Tujuh hal yang termasuk sunnah bagi bayi pada hari ketujuh adalah diberi nama dan dikhitan……(HR. Al Ausath dan At thabrani). Menurut Ibnu Hajar sanadnya lemmah.
Hadits ini dhaif. Untuk mengetahui takhrij kedua hadits di atas secara gamblang baca Ahkamul Maulud hal. 109-110 dan juga Tamamul Minnah hal. 67-68. menurut Syeh Al Bani bahwa hadits yang satu dapat menguatkan hadits yang lain. Karena sumber hadits tersebut berbeda dan pada sanadnya tidak ada rawi yan gdi tuduh sebagai pendusta.
Sedangkan batas akhir khitan adalah sebelum baligh. Ibnul Qoyim berkata: ”Wali (orang tua) tidak boleh membiarkan anak tidak berkhitan hingga melewati baligh.” (Tamamul Minnah hal. 68-69).
Hal ini di tunjukkan pula ole riwayat Ibnu Abbas; bahwa ketika Rasulullah wafat Ibnu Abbas seusia anak masa khitan. Dan para sahabat tidak membiarkan seseorang hingga melewati baligh. Atsar ini dikeluarkan Imam Bukhari11/90 dalam Fatkhul Bari dan hkamul Maulud hal. 112.

WALIMAH KHITAN
Walimatul khitan tidak disyariatkan, karena tiadanya dalil, bahkan dari Utsman Bin Abil ’Ash yang mengingkarinya.

دُعِيَ عُثْمَانُ بْنِ أَبِي الْعَاصِ إِلَى خِتَانٍ فَأَبَى أَنْ يُجِيْبَ فَقِيْلَ لَهُ فَقَالَ: إِنَّا كُنَّا لاَنَأْتِي الْخِتَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ يُدْعَى إِلَيْهِ

“Utsman Bin Abil ’Ash diundang ke (perhelatan) khitan, dia enggan untuk datang, lalu dia diundang sekali lagi, maka dia berkata: “Sesunggunya kami dahulu pada Rarulullah tidak mendatangi khitan dan tidak pula diundang.”

Meskipun atsar ini dari sisi sanad tidak shahih, tetapi ini merupakan pokok, yaitu tidak adanya walimah khitan. Karena khitan merupakan hukum syar’i. Maka setiap amalan yang ditambahkan kepadanya harus ada dalilnya dari Al Qur’an atau As Sunnah. Dan walimah ini merupakan amalan yang disandarkan dan dikaitkan dengan khitan, maka membutuhkan dalil untuk membolehkannya. Allahu a’lam.

Sabtu, 29 Mei 2010

BERHUBUNGAN SEKS KETIKA ISTRI DALAM KEADAAN HEAD

Hadist riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Apabila salah seorang di antara kami sedang haid, Rasulullah saw. memerintahkan untuk memakai izaar (kain bawahan menutupi bagian tubuh dari pusar ke bawah), kemudian beliau menggaulinya (tanpa senggama)


Hadist riwayat Maimunah ra., ia berkata:

Rasulullah saw. biasa menggauli (tanpa senggama) istri-istri beliau yang sedang haid dari luar izaar (kain bawahan menutupi bagian tubuh dari pusar ke bawah)


Hadist riwayat Ummu Salamah ra., ia berkata:

Ketika aku sedang berbaring bersama Rasulullah saw. dalam satu selimut, tiba-tiba aku haid, maka aku keluar dengan pelan-pelan lalu mengambil pakaian khusus waktu haid. Rasulullah saw. bertanya kepadaku: Apakah engkau haid? Aku jawab: Ya. Beliau memanggilku dan aku berbaring lagi bersama beliau dalam satu selimut. Zainab binti Ummu Salamah berkata: Dia (Ummu Salamah) dan Rasulullah saw. mandi jinabat bersama dalam satu bejana


Hadist riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Adalah Nabi saw. apabila beriktikaf, beliau mendekatkan kepalanya padaku, lalu aku menyisir rambut beliau. Beliau tidak masuk rumah, kecuali jika ada hajat kemanusiaan


Hadist riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Rasulullah saw. pernah berbaring di pangkuanku sambil membaca Alquran, sementara aku sedang haid


Hadist riwayat Ali ra., ia berkata:

Aku adalah lelaki yang sering keluar mazi dan aku malu bertanya kepada Nabi saw., karena posisi putri beliau. Lalu aku menyuruh Miqdad bin Aswad. Miqdad lalu menanyakan hal itu kepada beliau. Beliau bersabda: Hendaknya ia membasuh kemaluannya lalu berwudu


Hadist riwayat Ibnu Abbas ra.:

Bahwa Nabi saw. bangun tengah malam dan melaksanakan hajatnya. Setelah itu beliau membasuh wajah dan kedua tangannya, lalu tidur lagi


Hadist riwayat Aisyah ra.:

Bahwa Rasulullah saw. Apabila akan tidur dalam keadaan junub, maka beliau berwudu seperti wudu untuk shalat sebelum tidur


Hadist riwayat Ibnu Umar ra.:

Bahwa Umar berkata: Wahai Rasulullah, apakah boleh salah seorang kami tidur dalam keadaan junub. Rasulullah menjawab: Ya, boleh, jika ia berwudu


Hadist riwayat Ummu Sulaim ra.:

Bahwa Ia bertanya kepada Nabi saw. tentang wanita yang bermimpi seperti yang dimimpikan laki-laki. Rasulullah saw. bersabda: Apabila wanita itu bermimpi seperti itu, maka ia wajib mandi. Ummu Sulaim berkata: Saya malu dalam hal itu. Katanya: Apakah itu mungkin terjadi? Nabi saw. bersabda: Ya, mungkin saja. Lalu dari mana terjadi kemiripan? Sesungguhnya mani laki-laki itu kental dan berwarna putih, sedang mani wanita itu encer dan berwarna kuning. Mana yang lebih tinggi (banyak) atau dahulu keluar, maka dari dialah terjadi kemiripan

Hadist riwayat Ummu Salamah ra., ia berkata:

Ummu Sulaim datang kepada Nabi saw. lalu berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi jika bermimpi? Rasulullah saw. bersabda: Ya, apabila ia melihat air (mani). Ummu Sulaim berkata lagi: Wahai Rasulullah, apakah wanita juga bermimpi? Beliau bersabda: Beruntunglah engkau. (Kalau tidak demikian), dari mana anaknya mirip dengannya

Hadist riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Adalah Rasulullah saw. jika mandi jinabat, beliau memulai dengan membasuh kedua tangan, lalu menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan. Setelah itu berwudu seperti wudu untuk shalat lalu mengguyurkan air dan dengan jari-jemari, beliau menyelai pangkal rambut sampai nampak merata ke seluruh tubuh. Kemudian beliau menciduk dengan kedua tangan dan dibasuhkan ke kepala, tiga cidukan, kemudian mengguyur seluruh tubuh dan (terakhir) membasuh kedua kaki beliau

Hadist riwayat Maimunah ra., ia berkata:

Aku pernah menyodorkan air kepada Rasulullah saw. untuk mandi jinabat. Beliau membasuh kedua telapak tangan, dua atau tiga kali, kemudian memasukkan tangan ke dalam wadah dan menuangkan air pada kemaluan beliau dan membasuhnya dengan tangan kiri. Setelah itu menekan tangan kiri ke tanah dan menggosoknya keras-keras, lalu berwudu seperti wudu shalat, kemudian menuangkan air ke kepala tiga kali cidukan telapak tangan. Selanjutnya beliau membasuh seluruh tubuh lalu bergeser dari tempat semula dan membasuh kedua kaki kemudian aku mengambil sapu tangan untuk beliau, tetapi beliau mengembalikan

Hadist riwayat Aisyah ra.:

Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, ia berkata: Aku dan saudara laki-laki sepersusuannya mendatangi Aisyah, kemudian saudaranya itu bertanya tentang cara mandi jinabat Nabi saw. Aisyah minta wadah ukuran satu sha`, lalu ia mandi. Ada tabir antara kami dan dia. Ia menuangkan air di kepala tiga kali. Kata Abu Salamah: Istri-istri Nabi saw. selalu memendekkan rambut mereka sampai telinga

Hadist riwayat Maimunah ra., istri Nabi saw.

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Maimunah mengabarkan kepadaku bahwa ia mandi bersama Nabi saw. dalam satu bak


Hadist riwayat Ibnu Abbas ra.:

Bahwa Rasulullah saw. mandi dengan air sisa mandi Maimunah

Hadist riwayat Ummu Salamah ra.:

Dari Zainab binti Ummu Salamah bahwa Ummu Salamah dan Rasulullah saw. pernah mandi jinabat dalam satu bak

Hadist riwayat Anas ra., ia berkata:

Rasulullah saw. mandi dengan lima makkuk (1 makkuk=4,717 liter) air dan berwudu dengan satu makkuk

Hadist riwayat Jubair bin Muth`im ra.:

Di hadapan Rasulullah para sahabat saling berselisih dalam masalah mandi. Sebagian mereka berkata: Kalau aku, aku mencuci kepalaku seperti ini, seperti ini. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Adapun aku, aku menuangkan air ke kepalaku dengan tiga cidukan tangan

Jumat, 21 Mei 2010